1.
1. Kembalikan indonesiaku ke indonesia ?
Judul : Menjaga keutuhan wilayah NKRI
Dari segi persatuan, kita masih melihat adanya gangguan separatisme di daerah-daerah Indonesia. Ada pula kesenjangan antar daerah, antar golongan, serta antara pusat dan daerah. Bentrokan antar golongan masih terjadi, terutama dengan adanya kelompok-kelompok anarkis yang melakukan tindakan kekerasan dan teror terhadap masyarakat. Belum lagi peperangan antar geng dan antar golongan yang kembali merebak, yang mana ini semua akan memecah belah NKRI dari dalam negeri kita sendiri yaitu Indonesia, yang pasti sungguh sangat merugikan kita sebagai warga Negara Indonesia.
Gangguan terhadap kedaulatan wilayah Negara kita masih terasa dan sering terjadi. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh negara asing terhadap wilayah perairan dan perbatasan. Seperti contoh berkurangnya luas wilayah nasional akibat berpindahnya tapal / patok batas wilayah kita di Kalimantan serta pelanggaran udara dan laut Republik Indonesia yang dilakukan oleh pesawat udara dan kapal perang terutama kapal selam asing yang bahkan tidak pernah kita ketahui adanya, ini adalah contoh kurangnya kemampuan dan kekuatan laut dan udara kita dalam mengendalikan dan menjaga kedaulatan Republik Indonesia, sebab mudahnya Negara lain melecehkan Negara kita dengan cara seperti itu.
Dan bangsa Indonesia saat ini sudah tercabut dari akarnya. Wawasan kebangsaan yang bersumber dari landasan Pancasila tidak lagi menjadi falsafah kehidupan di Negara ini. Bahkan, kita sudah tidak lagi paham landasan kebangsaan kita, yaitu kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat karena batang tubuh negara kita sudah disimpangkan dari Pembukaan UUD 45 yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dari sini sudah terlihat bahwa bangsa Indonesia sudah tidak mengenal pancasila lagi, dan akan terjadinya perpecah belahan antara kita sesama warga Negara Indonesia jika ini terus terjadi.
Intropeksi ini sesungguhnya bukanlah untuk menyanggah segala keberhasilan, tetapi lebih sebagai upaya untuk menyadarkan kita semua bahwa masih sangat banyak kekurangan yang perlu kita perbaiki. Mengembalikan keindonesiaan kita dengan memperbaiki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak. Indonesia harus kita kembalikan kepada haluannya yang benar, sesuai cita-cita pembentukannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air untuk Indonesia, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan. Bhinneka Tunggal Ika dan Merah Putih harus kembali kita junjung tinggi dan kita kibarkan. Dengan kata lain, mari kita kembalikan Indonesia sebagai kesatuan NKRI. Dirgahayu Republik Indonesia ke-68, hiduplah Indonesia raya.
Dari segi persatuan, kita masih melihat adanya gangguan separatisme di daerah-daerah Indonesia. Ada pula kesenjangan antar daerah, antar golongan, serta antara pusat dan daerah. Bentrokan antar golongan masih terjadi, terutama dengan adanya kelompok-kelompok anarkis yang melakukan tindakan kekerasan dan teror terhadap masyarakat. Belum lagi peperangan antar geng dan antar golongan yang kembali merebak, yang mana ini semua akan memecah belah NKRI dari dalam negeri kita sendiri yaitu Indonesia, yang pasti sungguh sangat merugikan kita sebagai warga Negara Indonesia.
Gangguan terhadap kedaulatan wilayah Negara kita masih terasa dan sering terjadi. Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh negara asing terhadap wilayah perairan dan perbatasan. Seperti contoh berkurangnya luas wilayah nasional akibat berpindahnya tapal / patok batas wilayah kita di Kalimantan serta pelanggaran udara dan laut Republik Indonesia yang dilakukan oleh pesawat udara dan kapal perang terutama kapal selam asing yang bahkan tidak pernah kita ketahui adanya, ini adalah contoh kurangnya kemampuan dan kekuatan laut dan udara kita dalam mengendalikan dan menjaga kedaulatan Republik Indonesia, sebab mudahnya Negara lain melecehkan Negara kita dengan cara seperti itu.
Dan bangsa Indonesia saat ini sudah tercabut dari akarnya. Wawasan kebangsaan yang bersumber dari landasan Pancasila tidak lagi menjadi falsafah kehidupan di Negara ini. Bahkan, kita sudah tidak lagi paham landasan kebangsaan kita, yaitu kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat karena batang tubuh negara kita sudah disimpangkan dari Pembukaan UUD 45 yang merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dari sini sudah terlihat bahwa bangsa Indonesia sudah tidak mengenal pancasila lagi, dan akan terjadinya perpecah belahan antara kita sesama warga Negara Indonesia jika ini terus terjadi.
Intropeksi ini sesungguhnya bukanlah untuk menyanggah segala keberhasilan, tetapi lebih sebagai upaya untuk menyadarkan kita semua bahwa masih sangat banyak kekurangan yang perlu kita perbaiki. Mengembalikan keindonesiaan kita dengan memperbaiki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak. Indonesia harus kita kembalikan kepada haluannya yang benar, sesuai cita-cita pembentukannya, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Mari kita kobarkan kembali rasa cinta tanah air untuk Indonesia, rela berkorban, rasa senasib sepenanggungan, semangat persatuan dan kesatuan, dan menjadikan kemajemukan kita sebagai kekuatan. Bhinneka Tunggal Ika dan Merah Putih harus kembali kita junjung tinggi dan kita kibarkan. Dengan kata lain, mari kita kembalikan Indonesia sebagai kesatuan NKRI. Dirgahayu Republik Indonesia ke-68, hiduplah Indonesia raya.
2. Deskripsikan pahlawan nasional ?
Pahlawan Pattimura
Profil
Kapitan Pattimura (lahir di Hualoy,
Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16
Desember 1817 pada umur 34 tahun), memiliki nama asli Ahmad Lussy [1], di
sejarah versi pemerintah ia dikenal dengan nama Thomas Matulessy atau Thomas
Matulessia, adalah seorang bangsawan dan ulama yang kelak kemudian dikenal
sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Nama dan Silsilah
Ahmad Lussy "Pattimura" atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Ada versi sejarah yang menyebutkan bahwa ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku. Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. [2]
Nama dan Silsilah
Ahmad Lussy "Pattimura" atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Ada versi sejarah yang menyebutkan bahwa ia adalah putra Frans Matulessia dengan Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku. Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. [2]
Istilah Kapitan
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.
Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[4] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[5] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan [6] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [5] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Pattimura itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:
Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi'a yare uleu uleu `o
Manu yasamma yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
Artinya
Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)
Kata-Kata
Ketika Ahmad Lussy "Pattimura" akan dihukum gantung oleh Belanda, ada sebuah kata-kata yang ia ungkapkan kemudian tercatat dalam sejarah. Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.
Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[4] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[5] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan [6] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [5] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia Pahlawan Nasional Indonesia.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Pattimura itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:
Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi'a yare uleu uleu `o
Manu yasamma yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
Artinya
Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)
Kata-Kata
Ketika Ahmad Lussy "Pattimura" akan dihukum gantung oleh Belanda, ada sebuah kata-kata yang ia ungkapkan kemudian tercatat dalam sejarah. Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu
(Saya katakan kepada kamu sekalian
(bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi
beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu
sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling
tapi batu lain akan menggantinya).
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis.
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis.
Catatan Saya tentang patimura :
Saya sangat bangga kepada pahlawan
patimura atas semua perjuangan-perjuangan yang beliau lakukan untuk INDONESIA dan
sangat berani mempertaruhkan nyawanya untuk INDONESIA.
http://sejarahkepahlawanan.blogspot.com/2010/09/pahlawan-pattimura.html
3. Deskripsikan wayang di Indonesia ?
Wayang Kulit ( Semar )
Semar dalam gambar wayang memiliki peran yang sangat penting, meskipun
tidak dimasukkan sebagai karakter utama. Semar Dalam Pewayangan profil yang menarik untuk melihat
dari beberapa versi yang ada. Kyai Lurah Semar Badranaya adalah nama tokoh
utama dalam wayang Jawa dan Sunda panakawan. Angka ini dilaporkan sebagai
pengasuh serta penasihat para kesatria dalam pementasan kisah-kisah Mahabharata
dan Ramayana. Tentu saja nama Semar tidak ditemukan dalam naskah asli adalah
epik Sansekerta, karena tokoh ini adalah ciptaan seorang penyair asli dari
Jawa.
Sejarah
Semar
Menurut sejarawan Prof Dr Slamet
Muljana, tokoh Semar pertama kali ditemukan dalam karya sastra zaman Majapahit
berjudul Sudamala. Selain dalam bentuk kakawin, kisah Sudamala juga dipahat
sebagai relief di Candi Sukuh yang tanggal ke 1439.
Semar diceritakan sebagai pelayan
atau hamba cerita karakter utama, yaitu Sahadewa dari Pandawa. Tentu saja peran
Semar tidak hanya sebagai pengikut, tetapi juga sebagai pelempar humor untuk
mendobrak suasana tegang.
Pada hari berikutnya, ketika
kerajaan-kerajaan Islam berkembang di Jawa, wayang digunakan sebagai salah satu
propaganda media. Kisah-kisah yang dipentaskan masih seputar Mahabharata yang
sudah kuat dalam memori melekat pada masyarakat Jawa. Salah satu ulama terkenal
sebagai pakar budaya, seperti Sunan Kalijaga. Dalam pementasan wayang, sebuah
karakter Semar masih dipertahankan keberadaannya, bahkan peran lebih aktif
daripada di cerita Sudamala.
Dalam perkembangan selanjutnya,
derajat Semar semakin meningkat lagi. Penyair Jawa dalam karya-karya sastra
mereka mengatakan Semar bukan hanya rakyat jelata biasa, melaikan Batara Ismaya
perwujudan, adik dari Guru, raja para dewa.
Asal
dan Kelahiran
Ada beberapa versi tentang kelahiran
atau asal-usul Semar. Tapi semua angka-angka sebut sebagai reinkarnasi dari
dewa.
- Dalam naskah Serat Kanda
dikisahkan, penguasa surga yang
bernama Sanghyang Nurrasa memiliki dua putra bernama Trans dan Trans Wenang
Singles. Karena Sanghyang Tunggal jelek, ia juga mewarisi tahta surga untuk
Sanghyang Wenang. Dari Wenang kemudian diwariskan kepada Trance putranya yeng
bernama Guru. Single trans kemudian menjadi penjaga Guru keturunan ksatria,
oleh Semar nama.
- Dalam Paramayoga
diceritakan seperti, adalah anak
dari Wenang Trance Trance Singles. Sanghyang Tunggal kemudian menikah dengan
Dewi Rakti, putri jin kepiting raja yang bernama Sanghyang Yuyut. Perkawinan
lahir sebuah permata bentuk telur yang kemudian berubah menjadi dua orang.
Keduanya masing-masing diberi nama Ismaya untuk yang berkulit hitam, dan
berkulit putih Manikmaya untuk. Ismaya merasa minder sehingga kurang bersedia
untuk membuat Singles Trans. Tahta surgawi diwariskan oleh Manikmaya, yang
kemudian berjudul Guru. Sementara itu Ismaya hanya diberi posisi sebagai
penguasa Sunyaruri alam, atau supranatural kelompok makhluk hunian. Anak sulung
yang bernama Batara Ismaya Wungkuham memiliki anak bernama Janggan Smarasanta
bertubuh bulat, atau disingkat Semar. Ia menjadi pengasuh keturunan bernama
Resi Guru Manumanasa dan berlanjut sampai anak-anak dan cucu. Dalam keadaan
khusus, dapat menyerap Semar Semar Ismaya menjadi sosok yang ditakuti, bahkan
oleh para dewa sekalipun. Jadi menurut versi ini, Semar adalah cucu dari
Ismaya.
- Dalam naskah Purwakanda
dikisahkan, Sanghyang Tunggal
memiliki empat putra bernama Batara Puguh, Batara Punggung, Batara Manan, dan
Batara Samba. Suatu hari datang kabar bahwa takhta langit akan diteruskan
kepada Samba. Hal ini membuat cemburu saudara ketiga. Samba diculik dan disiksa
hendak dibunuh. Namun perbuatan itu diketahui oleh ayah mereka. Sanghyang
Tunggal mengutuk ketiga putranya menjadi jelek. Puguh berganti nama menjadi
Togog sedangkan bagian belakang adalah suatu Semar. Keduanya diturunkan ke
dunia sebagai pengasuh keturunan Samba, yang kemudian berjudul Guru. Sementara
itu, Manan mendapat pengampunan karena ia hanya pergi bersama dengan itu. Manan
kemudian berjudul Batara Narada dan diangkat sebagai penasihat Guru.
- Dalam naskah Purwacarita
dikisahkan, Trance Tunggal
Rekatawati anaknya menikah dengan Dewi Sanghyang Rekatatama. Pernikahan
dilahirkan telur bercahaya. Sanghyang Tunggal merasa begitu marah membanting
telur dibagi menjadi tiga bagian, shell, putih, dan kuning telur. Semua tiga
masing-masing berubah menjadi laki-laki. Berasal dari kerang diberi nama
Antaga, yang berasal dari putih telur diberi nama Ismaya, sedangkan yang dari
Manikmaya kuning bernama. Pada suatu hari Antaga dan Ismaya tidak setuju karena
masing-masing ingin menjadi pewaris takhta surga. Keduanya juga memegang
kompetisi untuk menelan gunung. Antaga berusaha melahap gunung dengan satu
menelan tapi itu adalah kecelakaan. Mulutnya robek dan matanya melebar. Ismaya
menggunakan cara lain, yaitu dengan memakan gunung sedikit demi sedikit.
Setelah melewati semua bagian dari hari bebarpa gunung dipindahkan ke Ismaya
tubuh, tetapi tidak berhasil. Akibatnya sejak saat itu Ismaya pun bertubuh
bulat. Sanghyang ambisi tunggal dan murka mengetahui bahwa keserakahan kedua
putranya. Mereka dihukum untuk menjadi pengasuh keturunan Manikmaya, yang
kemudian diangkat sebagai raja surga, berjudul Guru. Antaga dan Ismaya turun ke
bumi. Setiap mengenakan Togog nama dan Semar.
Silsilah dan Keluarga
Dalam wayang diceritakan, Batara
Ismaya ketika masih di surga telah dijodohkan dengan sepupunya yang bernama
Dewi Senggani. Dari pernikahan yang lahir sepuluh anak, yaitu:
Batara Wungkuham
Batara Surya
Batara Candra
Batara Tamburu
Batara Siwah
Batara Kuwera
Batara Yamadipati
Batara Kamajaya
Batara Mahyanti
Batari Darmanastiti
Semar Ismaya berfungsi sebagai
inkarnasi untuk pertama kalinya ke Resi Manumanasa, leluhur para Pandawa. Pada
suatu hari Semar harimau menyerang dua merah dan putih. Manumanasa memanah
keduanya sehingga berubah ke bentuk aslinya, yaitu sepasang bidadari bernama
Kanistri dan Kaniraras. Berkat bantuan Manumanasa, kedua malaikat telah
dibebaskan dari kutukan yang mereka tinggal. Semar Kanistri kemudian menjadi
istrinya, dan digunakan untuk disebut sebagai Kanastren. Sementara itu, istri
Manumanasa Kaniraras, dan namanya diubah menjadi Retnawati, karena kakak saya
juga bernama Kaniraras Manumanasa.
Pasangan Panakawan
Dalam pewayangan Jawa Tengah, Semar
selalu disertai oleh anak-anaknya, yaitu Gareng, Petruk, dan Bagong. Tapi tidak
benar-benar semua ketiga biologis anak Semar. Gareng adalah putra seorang
pendeta yang memiliki kutukan dan dibebaskan oleh Semar. Petruk adalah putra
seorang raja Gandharwa. Sementara Bagong diciptakan oleh kata ajaib terima
kasih kepada bayangan Semar Resi Manumanasa.
Dalam wayang Sunda, urutan anak-anak
Semar Cepot, Dawala, dan Gareng. Sementara itu, dalam pewayangan Jawa Timuran,
Semar hanya ditemani oleh satu anak saja, bernama Bagong, yang juga memiliki
seorang anak bernama Besut.
Fisik Formulir
Semar memiliki bentuk fisik yang
sangat unik, seolah-olah ia adalah simbol dari penggambaran alam semesta.
Tubuhnya adalah simbol bumi yang bulat, tinggal manusia dan makhluk lainnya.
Semar selalu tersenyum, tapi bermata
bengkak. Penggambaran ini sebagai simbol suka dan duka. Wajahnya tua tapi
potongan rambut gaya jambul seperti anak kecil, sebagai simbol tua dan muda.
Dia laki-laki berkelamin, tapi memiliki payudara seperti wanita, sebagai simbol
pria dan wanita. Ia hidup sebagai dewa menjelma tapi orang-orang biasa, sebagai
simbol dari atasan dan bawahan.
Keistimewaan Semar
Semar adalah karakter boneka kreasi
penyair lokal. Meskipun statusnya hanya sebagai hamba, namun keluhurannya
sejajar dengan cerita Arjuna dalam Mahabharata. Jika perang Baratayuda menurut
versi aslinya, penasihat Pandawa Krishna hanya satu, maka dalam wayang, jumlah
itu meningkat menjadi dua, dan yang satunya adalah Semar.
Semar dalam literatur hanya
ditampilkan sebagai pengasuh keturunan Resi Manumanasa, terutama para Pandawa
dari kisah Mahabharata adalah karakter utama. Namun dalam tema pagelaran wayang
Ramayana, dalang juga digunakan untuk menampilkan Semar sebagai pengasuh
keluarga Sri Rama atau Sugriwa. Seolah-olah Semar selalu muncul dalam setiap
pementasan wayang, tidak peduli apa judul yang sedang dikisahkan.
Dalam wayang, bertindak sebagai
kelas Semar pengasuh prajurit, sedangkan Togog sebagai pengasuh dari raksasa.
Sudah pasti anak-anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Ini
sebenarnya simbol belaka. Semar adalah gambaran campuran dari orang-orang kecil
maupun dewa surga. Jadi, jika pemerintah - yang disimbolkan sebagai ksatria
perawatan Semar - mendengarkan orang-orang kecil yang seperti suara Tuhan, maka
negara yang dipimpinnya pasti menjadi nagara yang unggul dan ketenangan.
http://profilwayang.blogspot.com/2012/01/tangan-jadi-tubuh.html
4. Deskripsikan bunga lambang satu provinsi ?
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
Kalimantan
Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimanta.
Ibukota Provinsi Kalimantan Barat berada di Kota Pontianak. Provinsi Kalimantan
Barat merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Tengah. kalimantan Barat berbatasan darat dengan negara bagian
Sarawak, Malaysia.
ARTI LAMBANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT
- Bentuk dari Lambang Daerah Kalimantan Barat ialah bersudut lima, yang berarti Pancasila, dimaksudkan Kalimantan Barat adalah sebagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila.
- Warna yang dipakai pada Lambang Daerah adalah enam, yaitu hijau muda, hijau tua, putih, kuning emas, merah dan hitam.
- Warna dasar adalah hijau muda, menunjukkan kesuburan Daerah Tingkat I Kalimantan Barat.
- Warna perisai, mandau dan keris adalah putih, dimaksudkan bahwa pusaka-pusaka itu suci murni.
- Perisai, mandau dan keris adalah menggambarkan pusaka dan kebudayaan putra-putra daerah Kalimantan Barat.
- Padi dan kapas melambangkan cukup pangan dan sandang.
- Garis putih yang melintang di tengah-tengah melukiskan garis Khatulistiwa.
- Kapas yang berjumlah 17, nyala api yang berjumlah 8 dan padi yang berjumlah 45 melambangkan Kalimantan Barat sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.
- Padi dan kapas diikat dengan pita yang bersudut empat, yang berarti Catur Karsa, yakni kesungguhan, kejujuran, kegotong royongan dan kekeluargaan. Dengan Catur Karsa ini dimaksudkan terlaksananya kesejahteraan yang merata.
- Tulisan Akcaya berarti tak kunjung binasa atau dengan keuletan pantang menyerah.
- Tulisan Akcaya ini di atas dasar putih dalam tiga lipatan, yang berarti tiga Kerangka Revolusi Nasional Indonesia, yakni : membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke, menuju masyarakat adil dan makmur materiil dan spirituil dan mempererat hubungan dengan semua bangsa dan negara di seluruh dunia.
http://kejoratrisnawati.wordpress.com/lambang/